Senin, 05 November 2012

Rasio keuangan


1.      Pendahuluan
Rasio financial atau Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laba rugi, arus kas). Selain itu, juga bisa digunakan untuk interpretasi terhadap data financial dari perusahaan bersangkutan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.

Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek pada masa yang akan datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi, yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan.

Laporan keuangan dibuat agar dapat digunakan dalam suatu kegunaannya yang sangat penting adalah dalam menganalisis kesehatan ekonomi perusahaan. Menurut Kown (2004;107) : “Hasil dari menganalisis laporan keuangan adalah rasio keuangan berupa angka-angka dan rasio keuangan harus dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan”.

Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang pada masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi bila hanya memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan pula analisis persaingan-persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis dan industri manufaktur, analisis kualitatif, serta penelitian-penelitian industri.

Meskipun analisis rasio mampu memberikan informasi yang bermanfaat sehubungan dengan keadaan operasi dan kondisi keuangan perusahaan, terdapat juga unsur keterbatasan informasi yang membutuhkan kehati – hatian dalam mempertimbangkan masalah yang terdapat dalam perusahaan tersebut.
Menurut Kown (2004:108) : Rasio keuangan setidaknya dapat memberikan jawaban atas empat pertanyaan berikut yaitu :
1.      Bagaimanakah likuiditas perusahaan?
2.      Apakah manajemen efektif menghasilkan laba operasi atas aktiva?
3.      Bagaimanakah perusahaan didanai?
4.      Apakah pemegang saham biasa mendapatkan tingkat pembelian yang cukup?




2.      Pembahasan
Sebagai salah satu bentuk informasi yang relevan dan kegunaannya yang efektif dalam menganalisa rasio dalam pengambilan keputusan. Dalam melakukan analisa, penganalisa dapat menggunakan dua macam perbandingan yaitu :
1.      Membandingkan rasio sekarang dengan rasio – rasio yang lalu atau dengan rasio – rasio yang diperkirakan untuk waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama,
2.      Membandingkan rasio perusahaan dengan rasio – rasio yang sejenis dengan perusahaan lain yang sejenis, dan pada waktu yang sama.
Menurut sumber datanya Van Horne (2005:234) : Angka rasio dapat dibedakan atas:
1.      Rasio – rasio neraca (Balance Sheet Ratio), yaitu rasio – rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca, misalnya current ratio, acid test ratio, current asset to total asset ratio, current liabilities to total       asset ratio dan lain sebagainya.
2.      Rasio – rasio laporan laba rugi (Income Statement Ratio), yaitu data yang disusun dari data yang berasal dari income statement, misalnya gross profit, net margin, operating margin, operating ratio dan sebagainya.
3.      Rasio – rasio antar laporan keuangan (Intern Statement Ratio) , ialah rasio – rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data lainnya yang berasal dari income statement, misalnya asset turnover, inventory turnover, receivable inventory, dan sebagainya.

Rasio keuangan dapat dibagi kedalam tiga bentuk umum yang sering digunakan yaitu : Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas (Leverage), dan Rasio Rentabilitas.

1.      Rasio Likuiditas (Liquidity Rasio)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah :

1.      Current Ratio (Rasio Lancar)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki, current ratio dapat dihitung dengan rumus berikut :

Current Ratio = Aktiva Lancar
                          Hutang Lancar

2.      Quick Ratio (Rasio Cepat)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid. Quick ratio dapat dihitung denga rumus berikut :

Quick Ratio = Aktiva Lancar – Persediaan
                                 Utang Lancar

3.      Cash Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dan yang disimpan di Bank. Cash Ratio dapat dihitung dengan rumus berikut :

 Cash Ratio = Kas + Efek
                      Utang Lancar

2.      Rasio Solvabilitas (Leverage)
Rasio ini disebut juga Ratio Leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Rasio ini menunjukan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank). Adapun rasio yang tergabung dalam rasio leverage adalah :

1.      Total Debt to Equity Ratio (Rasio Utang terhadap Ekuitas)
Merupakan perbandingan antara utang – utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, serta kemampuan untuk memenuhi kewajibannya.  Rasio ini dapat dihitung dengan rumus berikut:

Total Debt to Equity Ratio = Total Utang
                                                  Modal

2.      Total Debt to Total Asset Ratio ( Rasio Utang terhadap Total Aktiva)
Rasio ini merupakan perbandingan antara utang lancar dan utang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui. Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh utang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus berikut :

Total Debt to Total Asset Ratio = Total Utang
                                                      Total Aktiva

3.  Rasio Rentabilitas
Rasio ini disebut juga Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan. Profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang dihasilkan laba tersebut.
Yang termasuk dalam rasio ini adalah:




1.      Gross Profit Margin (MarginLaba Kotor)
Merupakan perbandingan antara penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan dengan tingkat penjualan. Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan.
Rasio ini dapat diukur dengan rumus berikut :

GPM = Laba Kotor
             Penjualan bersih

2.      Net Profit Margin
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih setelah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan. Rasio ini dapat diukur dengan rumus berikut :

NPM = Laba Setelah Pajak
              Penjualan bersih

3.      Return On Asset
Juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.

RoA =    E B I T
           Total Aktiva

4.      Return On Equity
Sering disebut dengan rate of return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau EAT. Rumus yang digunakan adalah :

RoE =               E A T
Modal Sendiri

5.      Return On Investment
Merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah :

RoI =         E A T
                 Investasi

Sekilas tentang Leasing


PENDAHULUAN
Kebutuhan ekspansi perusahaan untuk menambah barang modal mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan produksi barang atau jasanya. Terdapat dua pilihan untuk mendapatkan barang modal tersebut yaitu dengan membeli, baik yang dananya bisa dari sisa kas perusahaan atau hutang ke bank atau kreditur lain, dan yang kedua adalah dengan menyewa barang modal yang dibutuhkan dari perusahaan leasing (sewa). Pertumbuhan transaksi leasing sejak tahun 1990-an mengalami peningkatan yang cukup pesat. Bahkan di Amerika Serikat, pertumbuhan nilai aset bersih leasing mengalami kenaikan lebih dari 400% sejak tahun 1990. Begitu pula di Indonesia, pertumbuhan trasaksi leasing juga cukup pesat walaupun tidak sepesat di Amerika Serikat. Hal ini mungkin sejalan dengan apa yang dikatakan Aristoteles, ..wealth doesn’t lie in ownership but in the use of things…

PENGERTIAN LEASING
Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum diartikan sewa menyewa, yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Financial Accounting Standar Board (FASB), leasing is an agreement coonveying the right to use property, plant or equipment (land and/or depreciable asets) usulally for a stated period of time”. Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, mendefenisikan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. Sedangkan menurut PSAK Nomor 30 (Revisi 2007) tentang Sewa, leasing adalah suatu perjanjian di mana lessor memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode yang disepakati dan sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran kepada lessor. Sewa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sewa pembiayaan (capital lease atau financing lease) dan sewa operasi (operating lease).

KLASIFIKASI LEASING
Ada dua pihak utama yang terkait dengan transaksi leasing yaitu lessor (yang menyewakan) dan lessee (yang menyewa).

Sewa dari Sudut Pandang Lessee
Apabila dilihat dari sudut pandang lesse, FASB mengelompokkan leasing menjadi :
  1. Capital lease/financing lease atau sewa pembiayaan yaitu suatu jenis leasing yang memenuhi salah satu atau lebih dari syarat-syarat berikut ini :
    - Adanya transfer kepemilikan aset yang disewakan pada akhir masa sewa;
    - Adanya opsi bargain purchase;
    - Jangka waktu sewa adalah 75% atau lebih dari umur ekonomis aset yang disewa;
    - Nilai kini awal sewa dari pembayaran sewa minimum adalah 90% atau lebih dari harga pasar aset;

  1. Operating lease atau sewa operasi, yaitu transaksi sewa menyewa biasa dan jangka waktu sewanya lebih pendek dari pada umur ekonomis propertinya.
    Lessee biasanya tidak mempunyai hak membeli pada waktu kontrak sewa berakhir sehingga tidak terjadi perpindahan hak milik barang. Kontrak sewa ini bersifat cancelable yaitu dapat diputuskan pihak lessee sewaktu-waktu atau sebelum masa kontrak berakhir. Pada dasarnya leasing yang tidak memenuhi salah satu kriteria pada financial/capital lease digolongkan sebagai operating lease.
Pengertian yang kurang lebih sama juga dinyatakan dalam PSAK Nomor 30 (Revisi 2007). PSAK menyatakan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan (capital lease) jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset sedangkan suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :
  1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada penyewa (lessee) pada akhir masa sewa;
  2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan;
  3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan;
  4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
  5. aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.
Sewa dari Sudut Pandang Lessor
Ada dua jenis leasing dilihat dari sudut pandang lessor, yaitu:
  1. Capital lease, atau sewa pembiayaan, yang terdiri antara lain :
    - Sales Type Leases, yaitu salah satu jenis dari capital lease, yang mana leased property pada saat permulaan sewa mempunyai nilai yang berbeda dengan cost yang ditanggung lessor. Lessor dalam hal ini bisa menempatkan suatu pabrikan atau dealer yang memakai metode leasing sebagai salah satu jalur pemasarannya.
    - Direct Financing Leases, yaitu salah satu bentuk financial leasing yang dibiayai langsung oleh lessor.
    - Leverage Leases, adalah capital lease dalam bentuk yang lebih komplek sebab melibatkan sekurangnya tiga pihak yang berdiri sendiri. Jadi disamping lessor dan lessee ada pula credit provider atau debt participant yang membiayai sebagian besar asetnya.
  2. Operating Lease adalah suatu kontrak dimana barang lease-nya tidak diamortisasi sampai habis selama lease period dan lessor tidak mengharpkan profit semata-mata dari rental lease tersebut tetapi mengharapkan adanya recovery dari hasil penjualan barang atau dengan menyewakan kembali barang itu kepada pihak berikutnya.
  3. Penjualan dan Lease Kembali (Sales and Leaseback), yang mana lessee menjual barang yang dimilikinya kepada lessor, yang kemudian terhadap barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak antara lessee dan lessor.
PERBEDAAN CAPITAL LEASE DAN OPERATING LEASE.
Menurut konsep definisinya, suatu sewa yang tidak memenuhi salah satu dari keempat syarat capital lease menurut FASB atau kelima syarat menurut PSAK, maka sewa tersebut termasuk dalam jenis operating lease. Dalam prakteknya hal tersebut dapat dilihat dari proses timbulnya transaksi.
Pada capital lease, lessor bertindak sebagai lembaga keuangan untuk barang modal yang ditentukan oleh lessee, baik mengenai jenis maupun spesifikasinya. Lessor akan mengadakan negosiasi dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan dan lain-lain yang mempunyai hubungan langsung dengan pengoperasian barang-barang modal. Lesssor akan membayar barang tersebut pada supplier dan selanjutnya barang akan diserahkan pada lessee. Dalam penyerahan barang ini hak milik secara hukum masih tetap pada lesssor. Lessee mempunyai kewajiban membayar sejumlah uang kepada lessor secara berkala untuk suatu jangka waktu tertentu. Jumlah pembayaran ini secara keseluruhan akan merupakan harga barang yang dibayar oleh lessor dan ditambah dengan bunga serta keuntungan bagi pihak lessor. Pada akhir periode sewa, memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sebesar nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor, atau mengadakan perjanjian tahap berikutnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat utama dari capital lease adalah sebagai berikut :
  • Barang modal yang akan dibeli, dipilih dan ditentukan sendiri oleh lessee;
  • Lessor bertindak sebagai penyedia dananya;
  • Hak kepemilikan ada ditangan lessor;
  • Dengan memenuhi segala persyaratan yang disebutkan dalam perjanjiannya, lessee berhak menggunakan barang modal selarna seluruh periode sewa;
  • Selama periode sewa, perjanjian tidak dapat dibatalkan secara sepihak (non-cancelable).
Dalam operating lease, lessor membeli barang kemudian menyewakannya pada lessee dengan jangka waktu tertentu. Jumlah pembayaran secara keseluruhan tidak akan melebihi harga barang dan biaya yang dikeluarkan. Hal ini diakibatkan oleh periode sewa yang pendek dan apabila periode sewa berakhir maka lessor akan memperpanjang perjanjian sewa dengan lessee yang sama atau membuat perjanjian baru dengan lessee yang lain. Disamping itu lessor juga mengharapkan adanya keuntungan penjualan barang yang dilakukan pada akhir masa sewa. Pada operating lease, lessor bertanggung jawab atas perawatan barang yang disewakan.

Sabtu, 03 November 2012

Harmonisasi vs Standarisasi Akuntansi Internasional



Globalisasi juga membawa implikasi bahwa hal-hal yang dulunya dianggap merupakan kewenangan dan tanggung jawab tiap negara tidak mungkin lagi tidak dipengaruhi oleh dunia internasional. Demikian juga halnya dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi. Salah satu karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi adalah dapat diperbandingkan (comparability), termasuk di dalamnya juga informasi akuntansi internasional yang juga harus dapat diperbandingkan mengingat pentingnya hal ini di dunia perdagangan dan investasi internasional. Dalam hal ingin diperoleh full comparability yang berlaku luas secara internasional, diperlukan standardisasi standar akuntansi internasional.
Perbandingan informasi akuntansi sangat penting untuk bisnis (perdagangan) dan investasi internasional. Yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana agar informasi tersebut dapat dibandingkan. Standarisasi akuntansi akan menjamin secara keseluruhan. Akan tetapi standarisasi akuntansi secara menyeluruh itu akan memunculkan masalah yang baru. Kebutuhan secara khusus yang berhubungan dengan kebutuhan nasional masih memerlukan digunakannya standar akuntansi internasional. Sebagai pemecahan masalah tersebut maka muncul konsep tentang harmonisasi.
Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktek akuntansi dengan menentukan batasan – batasan seberapa besar praktek – praktek tersebut dapat beragam. Standar harmonisasi ini bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan komparatibilitas (daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai Negara.
Istilah harmonisasi dan standardisasi berbeda, standardisasi berarti penetapan sekelompok aturan yang kaku dan sempit dan bahkan mungkin penerapan satu standar atau aturan tunggal dalam segala situasi.
Penerapan standar internasional di dalam akuntansi bersifat sukarela dan tergantung, untuk diterima, pada niat baik dari mereka yang menggunakan standar akuntansi. Situasi termudah akan muncul ketika suatu standar internasional hanya merupakan tiruan dari standar nasional. Ketika standar nasional dan internasional berbeda satu sama lain praktek yang ada dewasa ini adalah mengunggulkan standar nasional. Sedangkan untuk harmonisasi jauh lebih fleksibel (luwes) dan terbuka, sehingga tidak menggunakan pendekatan satu ukuran untuk semua, tetapi mengakomodasi beberapa perbedaan dan telah mengalami kemajuan yang besar secara internasional dalam beberapa tahun terakhir.
Harmonisasi akuntansi mencakup harmonisasi :
1. Standar akuntansi (yang berkaitan dengan pengukuran dan pengungkapan),
2. Pengungkapan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan public terkait dengan penawaran surat berharga dan pencatatan pada bursa efek, dan
3.Standar audit Survei Harmonisasi Internasional
Terdapat bermacam-macam keuntungan dari harmonisasi. Pertama, bagi banyak negara, belum terdapat suatu standar kodifikasi akuntansi dan audit yang memadai. Standar yang diakui secara internasional tidak hanya akan mengurangi biaya penyiapan untuk negara-negara tersebut melainkan juga memungkinkan mereka untuk dengan seketika menjadi bagian dari arus utama standar akuntansi yang berlaku secara internasional.
Kedua, internasionalisasi yang berkembang dari perekonomian dunia dan meningkatnya saling ketergantungan dari negara-negara di dalam kaitannnya dengan perdagangan dan arus investasi internasional adalah argumentasi yang utama dari adanya suatu bentuk standar akuntansi dan audit yang berlaku secara internasional.
Ketiga, adanya kebutuhan dari perusahaan-perusahaan untuk memperolah modal dari luar, mengingat tidak cukupnya jumlah laba di tahan untuk mendanai proyek-proyek dan pinjaman-pinjaman luar negri yang tersedia, telah meningkatkan kebutuhan akan harmonisasi akuntansi.
Harmonisasi standar akuntansi berarti bahwa perbedaan antar negara juga harus dipertahankan seminimal mungkin, karena peraturan maupun praktek akuntansi bersifat nasional mungkin masih berlaku di setiap negara selama harmonis dengan yang lain dan dapat dilakukan rekonsiliasi. Harmonisasi juga berarti bahwa sekelompok negara setuju pada standar akuntansi yang hampir sama tetapi mengharuskan pengungkapan dan rekonsiliasi dengan standar yang diterima. Harmonisasi juga berarti informasi keuangan yang disajikan berdasarkan atas standar nasional dan juga internasional. Perbedaan direkonsiliasi untuk memberi informasi kepada pengguna laporan keuangan mengenai dampak perbedaan standar akuntansi pada informasi akuntansi.­­­­­­­­
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama, berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua, adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan.
Keempat hal tersebut yang diupayakan oleh negara barat untuk diharmonisasikan secara internasional. Mereka percaya bahwa harmonisasi standar akuntansi internasional akan meningkatkan daya banding laporan keuangan secara internasional, dapat menghemat biaya terutama bagi penyaji dan pemakai laporan keuangan, dan memperbaiki standar akuntansi nasional masing-masing negara.
Sebagai tanggapan  atas kebutuhan harmonisasi standar akuntansi, berbagai upaya telah dilakukan oleh negara kapitalis. Salah satunya adalah dengan dengan mendirikan International Accounting Standard Committee (IASC) pada tahun 1973, yang sekarang berubah nama menjadi International Accounting Standard Board (IASB). Jumlah keanggotaan IASC sampai sekarang meliputi lebih dari 150 organisasi profesi akuntansi yang berasal dari negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Tujuan IASC
adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan
pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di
seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan
prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.. Sampai sekarang IASB telah mengeluarkan lebih dari 50 standar akuntansi. Meskipun IASB berhak untuk menetapkan dan mengeluarkan standar akuntansi, badan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk memaksakan penerapan standar akuntansi yang dihasilkan.
IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.
Pembentukan IASC merupakan salah satu usaha harmonisasi standar
akuntansi yaitu untuk membuat perbedaan-perbedaan antar standar akuntansi di
berbagai negara menjadi semakin kecil. Harmonisasi ini tidak harus menghilangkan
standar akuntansi yang berlaku di setiap negara dan juga tidak menutup
kemungkinan bahwa standar akuntansi internasional yang disusun oleh IASC
diadopsi menjadi standar akuntansi nasional suatu negara.
Konvergensi IFRS
Dunia akuntansi saat ini masih disibukkan dengan adanya standar akuntansi yang baru yaitu Standar Akuntansi Keuangan Internasional IFRS. Hampir semua negara di dunia beralih ke standar tersebut, termasuk Indonesia . Isu hangat tentang harmonisasi standar akuntansi international berhubungan dengan globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. Globalisasi bisnis tampak dari kegiatan perdagangan antar negara yang mengakibatkan munculnya perusahaan multi nasional. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya kebutuhan harmonisasi akan suatu standar akuntansi yang berlaku secara luas di seluruh dunia. IASC ( International Accounting Standard Commite) sebagi lembaga yang bertujuan merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikan untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standard dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards(IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara. Untuk itu diperlukan suatu standar internasional yang berlaku sama di semua Negara untuk memudahkan proses rekonsiliasi bisnis. Perbedaan utama standar internasional ini dengan standar yang berlaku di Indonesia terletak pada penerapan revaluation model, yaitu kemungkinkan penilaian aktiva menggunakan nilai wajar, sehingga laporan keuangan disajikan dengan basis ‘true and fair‘.
Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan dan laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksud dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:
  1. Transparan bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
  2. Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.
  3. Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
Perlunya Harmonisasi Pada Standar Akuntansi di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi international untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham dinegara ini atau sebaliknya. Namun demikian untuk mengadopsi standar international itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar inetrnasional tersebut. Adopsi standar akuntansi international tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika terjadi jual beli saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam penyusunan laporan. Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi , sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK no 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit. Bapepam telah memberikan sinyal kepada semua perusahaan go public tentang kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, Dalam pernyataannya Bapepam menjelaskan bahwa kerugian yang berkaitan dengan pasar modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan Asing akan kesulitan untuk menterjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standar nasional kita sebaliknya perusahaan Indonesia yang listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk membadingkan laporan keuangan sesuai standar di Negara tersebut. Hal ini akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.